Subscribe:

Sunday, October 5, 2014

London, Jatuh lalu Bangun

Gambar: Panorama London dilihat dari Sungai Thames pada saat senja, 
dengan Jembatan Menara, Tower 42 dan 30 St Mary Axe tampak di kejauhan. 
London adalah ibukota Inggris merupakan wilayah metropolitan terbesar di Britania Raya dan juga zona perkotaan terbesar di Uni Eropa menurut luas wilayah. Pada awalnya kota ini bernama Londonium. Kota yang didirikan pada abad ke-1 ini, terletak di sepanjang Sungai Thames yang panjangnya mencapai 402 km. Kota ini terpisah oleh Sungai Thames untuk itu bangsa romawi membuat jembatan pertama bernama North Bank. Sungai Thames begitu sangat berharga bagi perkembangan kota London, bahkan bisa dibilang pusat hidupnya kota London.
Pada tahun 410M, London hancur setelah bangsa romawi meninggalkan kota tersebut. Untuk membangun kota ini, masyarakat membangun beberapa jembatan salah satunya London Bridge pada tahun 1831. Namun, karena alasan tidak dapat dilewati oleh kapal-kapal besar, jembatan london ini diruntuhkan dan dibangun jembatan baru Bridge Town yang dapat dibuka tutup. Ada 30 jembatan yang terbangun hingga saat ini guna menunjang arus perdagangan.
Tahun 1348, Kota London terserang wabah penyakit Pes, wabah ini menyebabkan 30 ribu jiwa hilang nyawa. Penyebab utama adalah banyaknya tikus pes yang berkeliaran. Merupakan keuntungan atau kerugian, kebakaran besar terjadi saat itu. Tikus-tikus mati, namun kebakaran menghanguskan sepertiga London. Kota London kembali mengalami kemunduran.
Kondisi London yang memprihatinkan, membuat ahli matematika, Sir Christopher Rent membangun ulang London. Namun ia gagal dalam mewujudkan impiannya. Meskipun ia gagal dalam membangun Kota London, tapi Rent berhasil membangun Saint Paul, merupakan katedral terbesar yang pernah dibuat.
Tahun 1848, London kembali terpuruk kala wabah kolera menyebar seantero kota yang membunuh 14 ribu jiwa. Pada saat itu, kondisi sistem sanitasi Kota London sedang mengalami masalah yang mengharuskan sisa-sisa kotoran manusia mengalir melalui saluran pembuangan air. Karena saluran pembuangan air di London bermuara di Sungai Thames,  maka kondisi Sungai Thames dipenuhi dengan kotoran manusia. Pencemaran besar terjadi di sekitar jembatan, ini terlihat dari kotoran manusia yang menggulung tebal serta bau busuk yang menyertainya. Kondisi sistem sanitasi yang buruk seperti ini menyebabkan berbagai macam penyakit datang seperti disentri, tipus, dan kolera yang dapat menyebabkan kematian. Pemerintah menunjuk Joseph Bazalgette untuk menyelesaikan masalah yang ada. Bazalgette merencanakan sistem saluran air baru yang dibangun diatas lereng lembah. Saluran baru tersebut akan mengalirkan kotoran manusia ke muara Sungai Thames untuk disalurkan lagi ke laut.
Setelah kebangkitan kota dari masalah sanitasi, London membangun sarana dan prasarana transportasi berupa subway. Subway pertama ini merupakan salah satu alat transportasi massal di London. subway tersebut berupa jalur pemotong yang melintasi bawah tanah Sungai Thames tepat di sisi Tower of London dengan panjang 410 meter.
Sungai Thames selain menjadi potensi bagi Kota London, sungai ini juga mengancam kelangsungan kota. Januari 1928 Thames meluap dan menyebabkan banjir di Kota London. hal ini membuat insinyur-insinyur handal di London bekerja keras untuk memberikan solusi bagi Kota London. Masalah banjir dapat diatasi dengan pembangunan pintu air di hilir sungai Thames. ketika air pasang dari laut memasuki sungai, maka pintu air akan otomatis menutup dan menghalangi datangnya banjir di wilayah sempadan sungai.
Pembangunan di Kota London terutama di bidang infrastruktur baik itu prasarana sanitasi maupun transportasi merupakan salah satu upaya pembangunan kota yang kompak karena ada integrasi antara pembangunan kota dan pengelolaan transportasinya. perencanaan kota kompak dengan berbasis sains dan teknik dapat menjadikan suatu pembangunan kota  yang sustainable dan terpadu.

Sumber:
Avinda. 2012. "Sejarah Kota London" dalam http://vindadn.blogspot.com/2012/09/sejarah-kota-london.html diakses pada 5 Oktober 2014.
Gambar: dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:London_Thames_Sunset_panorama_-_Feb_2008.jpg

Thursday, October 2, 2014

Penataan Ruang di Kawasan Tlogosari Semarang

Tlogosari, merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Jumlah penduduk mencapai 72.000 jiwa. Sebelumnya dilakukan pemekaran wilayah tahun 1993, Tlogosari masuk dalam Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
Dalam sejarahnya, Tlogosari pada awalnya merupakan sebuah kawasan rawa yang terdapat sebuah telaga yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
Sejalan dengan adanya program pemerintah pusat untuk pemerataan pembangunan, Tlogosari diubah menjadi perumahan rakyat yang dikelola oleh Perum Perumnas. Alhasil, Tlogosari mulai didatangi oleh para penduduk dari dalam maupun luar kota. Peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan menyebabkan permintaan lahan semakin banyak, sedangkan lahan di wilayah Tlogosari bersifat terbatas dan tidak dapat diperluas lagi.
Disamping itu laju pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah ini yang pesat juga menyebabkan masalah-masalah lain yang timbul seperti beban infrastruktur dan utilitas yang berlebih, banyaknya penjual kaki lima yang berjualan di sembarang tempat, serta masalah sosial dan budaya yang ada.
Kurangnya pengelolaan serta pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang ada membuat kawasan tersebut memiliki citra yang buruk di masyarakat sebagai kawasan banjir, tidak adanya penataan PKL yang menyebabkan kemacetan.
Sementara itu, pertumbuhan dan perkembangan kawasan Tlogosari Semarang dalam beberapa tahun terakhir menggembirakan. Secara fisik kawasan ini tumbuh karena letaknya strategis dan faktor maraknya pembangunan real estate sebagai magnet pertumbuhan.
Akan tetapi pengembangan Tlogosari sepertinya tidak ada perencanaan matang terhadap tata ruang, minimnya penegakan hukum atas pelanggaran tata ruang, atau mewarisi paradigma lama pelanggaran tata ruang dari kota induknya.
Perizinan pembangunan rumah toko tidak terintegrasi dengan rencana peruntukan, seperti sentralisasi usaha berdasarkan jenis. Ruko berdiri tanpa aktivitas ekonomi, tidak berpenghuni dan pada akhirnya menganggur.
Di sisi lain, jarak antarminimarket hanya seratusan meter, jalan dipadati kios-kios baik permanen atau tidak, seperti salon, toko mebel, toko onderdil, bengkel, warung makan, restoran dan pusat bimbingan belajar. Menjamurnya pedagang kaki lima menambah kesemrawutan kawasan itu, apalagi ketika hujan terus melanda beberapa pekan di kawasan ini. Harapan warga ketika hujan, air di Saluran Tlogosari yang mengalir ke utara melintasi Kali Tenggang maupun Sungai Kaligawe berjalan normal. Namun,  Pemerintah Kota Semarang pada 2008 justru membangun rumah pompa di tengah saluran Tlogosari senilai Rp 2 miliar. Karena dibangun di atas saluran, tentunya sampah tidak berjalan bebas dan menumpuk di rumah pompa. Air dari selokan rumah-rumah penduduk pun tidak mengalir ke saluran Tlogosari, tapi kembali masuk ke rumah. Fungsi pompa juga tidak maksimal, karena memang tidak pernah dihidupkan ketika banjir datang. Ketika saluran di Tlogosari penuh, airnya pun kembali masuk ke saluran pembuangan rumah tangga. Tidak berfungsinya pompa penyedot itu karena jarang sekali dioperasikan bahkan lama menganggur. 
Pakar Hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Nelwan, mengungkapkan pemilihan lokasi rumah pompa seharusnya melalui kajian yang matang. Penempatan fasilitas yang dibangun dengan dana besar hingga Rp 2 miliar itu sebaiknya memperhatikan faktor ketinggian pula. Selain itu, tempat yang dipilih sebaiknya memang berdekatan langsung dengan saluran pembuangan. Menurut Nelwan, hanya ada dua pilihan untuk memaksimalkan sistem pengendalian banjir dengan pompa. Jika tidak memperbesar kapasitas pompa, maka rumah pompa yang ada harus dilengkapi dengan kolam retensi. Dia mengungkapkan, tanpa kolam retensi, maka dibutuhkan pompa dengan kapasitas besar. Tapi jika ada kolam retensi, maka kapasitas pompa tak perlu besar.

Sumber: Tlogosari Online. 2013. Dalam https://www.facebook.com/TlogosariOnline/posts/334068683392050?stream_ref=5 diakses pada 5 Oktober 2014.